BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejarah merupakan peristiwa yang
terjadi pada masa lampau yang harus dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk
kemajuan umat manusia. Islam merupakan agama ynag universal dari segi
penyebarannya, sejak berabad-abad yang lalu Islam telah mengalami pasang surut
di bidang peradabannya. Islam mengalami puncak keemasannya pada saat
pemerintahan Abasiyyah yang berada di Baghdag, namun catatan sejarah pula yang
memberikan penjelasan bahwa Islam tidak dinamis berada pada puncak kejayaan.
Namun itulah realita kehidupan. Untuk
lebih mengetahuai historis dan kronologisnya maka diperlukan pembahasan yang
lebih mendalam, namun yang akan dibahas pada penulisan kali ini yaitu seputar
dinasti-dinasti kecil, tetapi memiliki pengaruh yang besar pada kemajuan umat
Islam, baik dari segi ilmu pengetahuan, dan yang lainnya.
2. Rumusan Masalah
A.
Bagaimana tentang Dinasti Aglabiyah?
B.
Bagaimana tentang Dinasti Fatimyyah?
C.
Bagaimana tentang Dinasti Ayubiyah?
3. Tujuan
A.
Mengetahui tentang Dinasti Aglabiyah
B.
Mengetahui tentang Dinasti Fatimyyah
C.
Mengetahui tentang Dinasti Ayubiyah
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Dinasti
Aghlabiyah (184-296 H/808-909M)
a. Awal berdirinya Dinasti Aglabiyah
Dinasti aglabiyah berdiri di Aljazair dan Sicilia yang
pertama kali didirikan di Afrika utara yang berkuasa kurang lebih 100 tahun.
Dinasti ini didirikan oleh ibrahim ibn al-aglab yang diberi otonomi wilayah
yang sekarang di sebut Tunisia oleh Harun Ar-Rosyid. Aglabiayah merupakan
dinasti kecil pada masa abbasiyah, yang para pengusaanya adalah berasal dari
keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah.
Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad
di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat
dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang
beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij. Dengan adanya dua
ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya
di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab.
Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin
al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut
dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Karena jika hal
itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut,
akan tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000
dinar.
Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah
Dinasti kecil Aghlabiyah yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi
penuh. Meskipun demikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad. Untuk
menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan
yang besar, tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.
Para penguasa
Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut:
1.
Ibrahim I Ibn al-Aghlab (800-812 M)
2.
Abdullah
I (8l2-817 M)
3.
Ziyadatullah
(817-838 M)
4.
Abu
‘Iqal al-Aghlab (838-841 M)
5.
Muhammad
I(841-856 M)
6.
Ahmad
(856-863 M)
7.
Ziyadatullah
(863- M)
8.
Abu
Ghasaniq Muhammad II (863-875 M)
9.
Ibrahim
II (875-902 M)
10.
Abdullah
II (902-903 M)
11.
Ziyadatullah III (903-909 M)
b. Perluasam wilayah pada masa Dinasti
Aglabiyah
Pemerintahan Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak
yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah
Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau yang terdekat dari Tunisia, yaitu
Sisilia dari tangan Byzantium 827 M,
Pada masa Dinasti Aghlabiyah, sycilia antara tahun 903-909M
diperintah oleh lima amir atau salib yang berakhir Ahmad bin Abi Husain. Selama
masa enam tahun berjaya, amir-amir aghlabiyah telah menciptakan mata uang
sendiri dan menyebutkaan nama-nama mereka disejajarkan dengan para khalifah di
Bagdad dalam setiap khotbah jumat di masjid-masjid sycilia.
Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sisilia,
ekspedisi ini bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah
tersebut menjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa
Kristen. Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah adalah ekspedisi lautnya
yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantai Eropa seperti
pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Alpen.
Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari
pasukan Aghlabiyah pada Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus
Yonanes VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti
sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aglabiyah.
Disamping itu, suatu armada bajak laut dikerahkan, sehingga membuat
Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah dan membuat mereka
mampu mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Meriteran Alp. Kemudian Aghlabiah
juga berhasil merebut Malta pada tahun 868 M. Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan
Dinasti Aghlabiyah. Dengan demikian, pada tahun 878 M
sempurnalah penguasaan atas Sisilia, yang kemudian pulau itu di bawah
pemerintahan Muslim. Pertama di bawah kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur
Fathimiyah, sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran kultur
Islam ke Eropa.
c. Peninggalan Dinasti Aghlabiyah
Selain keberhasilan dalam ekspansi wilayah, dibawah
kekuasaan Aghlabiyah terjadi perubahan yang penting, diantaranya kawasan yang
dihuni oleh orang Kristen yang berbicara menggunakan bahasa Latin, berubah
menjadi penganut Islam yang menggunakan bahasa Arab.
Dinasti ini berhasil membangun kembali masjid agung Qairawan
dan Tunisia. menara masjidnya yang merupakan warisan dari bentuk bangunan
Umayah merupakan bangunan tertua di Afrika. Oleh karena itulah Qairawan menjadi
kota suci keempat setelah Mekah, Madinah dan Yerussalam. Masjid tersebut
disebut masjid terindah dalam Islam karena ditata sedemikian indah.
Sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga
membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan,
pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia
Selatan, yang tanahnya kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur,
ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.
Selain sebagai ibu kota Dinasti Aghlabiyah, Qairawan juga
sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat berkumpulnya ulama-ulama
terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854 M) pengarang mudawwanat, kitab fiqih
Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat
(902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya para ulama-ulama pada
masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairwan. Kemudian Pembangunan
karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah
selatan yang kurang subur.
d. Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Pada akhir abad ke-9, posisi dinasti Aghlabiyah di Ifrikiyah
mengalami kemunduran, dengan masuknya propaganda Syi’ah yang dilancarka oleh
Abdullah Al-syi’ah atas isyarat Ubaidillah Al-Mahdi telah menanamkan pengaruh
yang kuat dikalangan orang-orang Barbar. kesenjangan sosial antar penguasa
Aghlab disatu pihak dan orang-orang Barbar dipihak lain, telah menambah kuatnya
pengaruh itu dan pada akhirnya membuahkan kekuatan militer.
Pada tahun 909, kekuatan militer tersebut berhasil menggulirkan
kekuasaan Aghlabid yang terakhir, Ziyadatullah III sehingga Ziyadatullah pergi
ke Mesir setelah gagal mendapat bantuan dari pemerintahan pusat di Bagdad. Ada
juga yang berpendapat bahwa Ziyadatullah kalah karena tidak mengadakan
perlawanan apapun sebelum dinasti fatimiyah mengadakan invasi. Dan sejak itu
pula Ifrikiyah dikuasai oleh orang-orang Syi’ah yang pada masa selanjutnya
membentuk dinasti Fatimiah.
Kemudian hilangnya hakikat kedaulatan dan ikatan solidaritas
sosial semakin luntur. Kedaulatan pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka
yang sanggup menguasai rakyat, sanggup memungut iuran negara, mengirimkan
angkatan bersenjata, melindungi perbatasan dan tak seorang pun penguasa pun
berada di atasnya.
Hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka yang sanggup menguasai
rakyat, memungut iuran Negara, dan mengirimkan angkatan bersenjata.
Amir terakhir tergelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan
seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah.
2. Dinasti
Fatimiyah (297-567H / 909-1171M)
- Awal pembentukan dan perkembangan
Mereka adalah golongan syiah Rafidhah yang mengaku-ngaku
bahwa mereka aalah keturunan Fathimiyah az-Zahra. Para sejarawan berbeda
pendapat tentang nasab mereka. Ada yang menyatakan mereka menisbatkan dirinya
pada Ismail bin ja’far Ash-Shidiq oleh karenanya mereka disebut juga dengan
Ismailiyah.
Ada juga yang menyebutkan bahwa mereka menisbatkan dirinya
pada seorang laki-laki asal Persia yang bernama Abdullah bin Maymun al-Qaddah
al-Ahwal (seorang penganut mazhab dualisme) yang menyatakan bahwa tuhan ada dua
yaitu tuhan Nur dan tuhan kegelapan.
Pada tahun 909 M, Said yang di angkat menjadi pemimpin
pergerakan berhasil mengusir ziadatullah, seorang penguasa aghlabi terakhir
untuk keluar dari negrinya. Kemudian, Said di proklamasikan menjadi imam pertama
dengan gelar Ubaidullah Al-Mahdi. Dengan demikian, berdirilah pemerintah
Fatimiyah pertama di Afrika dan Al-mahdi menjadi khalifah pertama dari dinasti
Fatimiyah yang bertempat di Raqpodah daerah Al-Qayrawan.
Setelah mengumpulkan berbagai perlengkapan dan kekayaan
umtuk memperluas kekuasaan, pada 914 merka bergarakk ke arah timur dan berhasil
menaklukan Alexandria, menguasai syiria, Malta, Sardinia, Cosrica, pulau Batrix
dan pulau lainya. Selanjutnya pada 920 M mereka mendirikan kota baru di pantai
Tunisia yang kemudian di beri nama Al-mahdi.
Pada 934 M, Al-Mahdi wafat dan digantikan oleh anaknya yang
bernama Abu Al-Qosim dengan gelar Al-Qoim (934-949 M), ia mampu menaklukan
Genoa dan wilayah sepanjang Calabria. Al-Qoim meninggal dan kemudian di
gantikan oleh anaknya, Al-Mansyur yang berhasil menumpas pemberontakkan Abu
Yazid Makad.Al-Mansyur kemudian di gantikan oleh Abu Tamim Ma’ad dengan gelar
Al-Muiz. Berhasil menaklukan Maroko, Sycilia dan mesir dengan memasuki kota
Kairo lama (Fusthath) dan menyingkirkan Dinasti Iksyidiyah.
Setelah muiz wafat,
ia di gantikan anaknya yaitu Al-Aziz yang dikenal sebagai orang yang pemberani
dan bijaksana. Dibawah pemerintahannya, Dinasti Ftimiyah berhasil mencapai
puncak kejayaan. Dan dalam pemerintahannya Al-Aziz sanagt libral dan memberikan
kebebasan kepada setiap agama untuk berkembang. Perdamaian antar umat beragama
terjalin denagn baik dengn waktu yang cukup lama.
Khalifah Dinasti Fatimiyah beraliran
Syi’ah Ismailiyah, namun mayoritas rakyatnya tetap menganut aliran Sunni dan
menikmati sebagian besar kebebasan dalam menjalankan keagamaan.
Selama berkuasa, dinasti ini dipimpin oleh 14 orang
khalifah, yaitu:
1.
Ubaidillah
al-Mahdi (297-322 H/909-924 M)
2.
Al-Qaim (322-334 H/953-975 M)
3.
Al-Mansur ( 334-341 H/946-953 M)
4.
Al-Muizz
(341-365 H/953-975 M)
5.
Al-Aziz (365-386
H/975-996 M)
6.
Al-Hakim (386-411
H/996-1021 M)
7.
Az-Zahir (411-427
H/1021-1036 M)
8.
Al-Mustansir427-487
H/1036-1094 M)
9.
Al-Musta’li (487-495
H/1094-1101 M)
10.
Al-Amir (495-525 H/1101-1130 M)
11.
Al-Hafizh (525-544 H/1130-1149 M)
12.
Az-Zafir (544-549 H/1149-1154 M)
13.
Al-Fa’iz (549-555
H/1154-1160 M)
14.
Al-Adid 555-567
H/1160-1171 M).
b. Kemajuan/Perkembangan
Dinasti Fatimiyah
1.
Bidang
Pemerintahan
Dalam pelaksanaan pemerintahan khalifah adalah kepala yang
bersifat temporal dan spiritual. Pengangkatan dan pemecatan pejabat tinggi
berada di bawah kontrol kekuasaan khalifah. Mentri-mentri kekhalifaan di bagi
menjadi dua kelompok yaitu kelompok militer dan kelompok sipil.
Selain pejabat istana, ada beberapa pejabat lokal yang di
angkat oleh khalifah untuk mengelolah bagian wilayah Mesir, Syiria dan Asia
kecil. Ketentaraan dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, amir-amir yang
terdiri dari pejabat-pejabat tinggi dan pengawal khalifah. Kedua, para opsir
jaga. Ketiga, berbagai resimen yang bertugas sebagai hafidzh, jayutsiyah dan
sudaniyah.
2.
Filsafat
Kelompok ahli filafat yang paling terkenal pada masa dinasti
fatimiyah ini adalah ikhwanu shofa. Dalam filsafatnya, kelompok ini cenderung
membela kelompok syiah ismailiyah, dan kelompok inilah yang mampu
menyempurnakan pemikiran-pemikiran yang telah dikembangkan oleh golongan
mu’tazilah terutama dalam masalah ilmu, agama, pengembangan syariah dan
filsafat yunani.
Beberapa tokoh yang muncul pada masa fatimiyah diantaranya
adalah Abu Hatim Ar-Rozi, Abu Abdillah An-Nasafi, Abu ya’kub as-Sajazi, Abu
Hanifah An-nu’man Al-Maghribi, Ja’far ibnu Mansur Al-Yamani, Hamiduddin
Al-Kirmani.
3.
Keilmuan
dan kesusastraan
Seorang ilmuan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah
adalah Yakub ibnu Killis. Pada masanya ia berhasil membesarkan seorang ahl
fisika yang bernama Muhammad Al-Tamimi. Selain itu juga ada ahli sejarah
Muhammad inbu Yusuf Al-Kindi dan ibnu slamah Al-Quda’i. Seorang ahli sastra
yang muncul pada masa Fatimiyah adalah Al-Aziz yang berhasil membangun masjid
Al-Azar.
Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa
Fatimiyah ini adalah keberhasilan membangun sebuah lembaga keilmuan yang di
sebut daarul hikmah atau daarul ilmi yang di bangun oleh al hakim
pada 1005 M.
Pada masa Al-Mustansir, terdapat perpustakan yang di
dalamnyaberisi 200.000 buku dan 2400 illuminated Al-quran.ini merupakan bukti
besat kontribusi Dinasti fatimiyah bagi perkembangan budaya islam.
4.
Ekonomi
dan sosial
Di bawah fatimiyah, mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan
vitalitas kultural yang mengungguli irak dan daerah-daerah lainya. Hubunagan
dagang dengan dunia non-islam di bina dengan baik. Disamping itu, dari Mesir
ini di hasilkan produk industri dan seni islam yang baik.
Walupun Dinasti Fathimiyah ini bersungguh-sungguh di dalam
men-syiahkan orang Mesir, tetapi mereka tidak melakukan pemaksaan kepada orng
sunni untuk mengikuti aliran syiah nya. Itulah slah satu kebijakan
pemerintah yang di lakukan dinasti Fatimiyah yang imbasnya sangat besar
terhadap kemakmuran dan kehidupaan sosial yang aman dan tentram.
Mayoritas khalifah Fathimiah bersikap moderat dan penuh
perhatian kepada urusan agama nonmuslim. Mayoritas Khalifah Fathimiyah berpola
hidup mewah dan santai. Dinasti Fathimiyah berhasil mendirikan negara yang
sangat luas dan peradaban yang berlainan semacam ini di dunia Timur. Hal ini
sangat menarik perhatian karena sistem administrasinya yang sangat baik sekali,
aktivitas artistik, luasnya toleransi relijiusnya, efisiensi angkatan perang
dan angkatan laut, kejujuran pengadilan, dan terutamanya perlindungan tehadap
ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
5.
Bidang
kebudayaan
Ditandai dengan dirikannya Masjid
al-Azhar yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan
ilmu pengetahuan, yang dimanfaatkan oleh kelompok Syi’ah atau pun Sunni.
6.
Bidang
ilmu pengetahuan
Untuk memajukan ilmu pengetahuan,
khalifah mengundang para ahli di antaranya ahli matematika, seperti Ibn haytam
al-Basri untuk mengunjungi Kairo. Selain itu, muncul ahli sejarah seperti Ibn
Zulak, al-Musabbihi, al-Kuda’i, dan penulis kitab al-Dirayat, al-Shabushi,
pustakawan al-Muhallabi, dan ahli geografi-Ibn al-Makmun al-Bata’ihi.
7.
Bidang administrasi.
Administrasi kepemerintahan Dinasti Fathimiyah secara garis
besar tidak berbeda dengan Dinasti Abbasiyah. Sekalipun muncul beberapa jabatan
yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan
dunia maupun spiritual.
Kementeriannya terbagi menjadi dua yaitu ahli pedang dan
ahli pena. Selain jabatan diluar istana, terdapat juga jabatan ditingkat
daerah, yaitu Mesir, Syria, dan daerah-daerah di Asia kecil. Dalam bidang
kemiliteran terbagi tiga jabatan pokok, yaitu Amir, petugas keamanan, dan
berbagai resimen.
c. Masa kemunduran dan kehancuran
dinasti fatimiyah
Sesudah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz, pamor Dinasti
Fatimiyyah mulai menurun. Kalaupun pada masa al-Munthasir sempat mengalami
kejayaan, itu tidaklah seperti apa yang telah dicapai oleh al-Aziz.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti
Fathimiyah adalah: Para penguasa yang selalu tenggelam dalam kehidupan yang
mewah, adanya pemaksaan ideologi Syi’ah kepada masyarakat yang mayoritas Sunni,
terjadinya persaingan perebutan wazir, kondisi al-‘Adhid (dalam keadaan sakit)
yang dimanfaatkan oleh Nur ad-Din.
Pemerintahan Dinasti Fatimiyah yang
berlangsung 262 tahun, antara 297 H/909 M sampai 567 H/1171 M, akhirnya tidak
dapat dipertahankan lagi karena faktor-faktror intern. sebagai penyebab dominan
kemunduran Khalifah Fatimiyah yaitu, kehancurannya diakibatkan adanya serangan
yang dilakukan Naruddin al-Zangki, (penguasa Syiria) di bawah panglima Syirkuh
yang dibantu oleh keponakannya (Shalahudin al-Ayyubi) mengalahkan tentara Salib
tahun 564 H/1169 M. Syirkuh menjadi Wazir selama 2 bulan kerena meninggal
dunia, dan jabatannya digantikan oleh Shalahudin al-Ayyubi. Pada tahun 567
H/1171 M. Shalahuddin al-Ayyubi menghapuskan Dinasti Fatimiyah atas desakan
dari pemerintahan di Baghdad dan menggantikannya dengan nama Dinasti Ayyubiyah
yang berorientasi di Baghdad.
3. Dinasti
Ayyubiyah
a. Sejarah Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Sebagai
ganti Fatimiyah muncul Dinasti Ayyubiyah di Mesir yang berkuasa tahun 564
sampai dengan akhir abad ke 9H/1169M sampai akhir abad ke -15 M. Pendiri
dinasti ini adalah Shalahuddin al Ayyubi keponakan Ayyub, yang
berasal dari suku Kurdi yang di rekrut oleh para penguasa turki sehingga
terturkikanlah mereka.
Keberhasilannya dalam perang
Salib, membuat para tentara mengakuinya sebagai pengganti dari pamannya,
Syirkuh yang telah meninggal setelah menguasai Mesir tahun 1169 M. Ia tetap
mempertahankan lembaga–lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah,
tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah menjadi Sunni.
Keberhasilan
Shalahuddin di Mesir mendorongnya menjadi penguasa otonom.Dalam
mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak memanfaatkan keluarganya untuk
ekspansi ke wilayah lain, seperti Turansyah. Saudaranya dikirim untuk menguasai
Yaman 1173 M. Taqiyuddin, keponakannya disetting untuk melawan tentara Salib
yang menduduki Dimyat. Sedang Syihabuddin, pamannya, untuk menduduki Mesir Hulu
(Nubia).
Di
masa pemerintahan Shalahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan
perekonomian yang bekerja sama dengan penguasa Muslim di kawasan lain. Ia juga
mambangun tembok kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukit Muqattam.
Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan barbar, Turqi dan Afrika. Disamping
digalakkan perdagangan dengan kota-kota dilaut tengah, lautan Hindia dan
menyempurnakan sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan
ofensif guna merebut al-Quds (Jerusalem) dari tangan tentara Salib yang
dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan menguasai Jerusalem tahun 1187 M.
Sebagaimana
Dinasti-Dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang
gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Di antarnya adalah
arsitektur, pendidikan, bidang filsafat dan keilmuan.
Berbeda
dengan dinasti Fatimiyah yang Syi’ah, Salahuddin adalah seorang Muslim Sunni,
jadi dia kembali menyebarkan ajaran Sunni di Mesir dan Suriah. Dia membuka
sejumlah madrasah yang menyebarkan ajaran Sunni kepada orang-orang, dan juga
mengajarkan ilmu dari Iran ke Mesir dan Suriah. Ini membuat dinasti Ayyubiyah
dekat dengan para khalifah Abbasiyah di Baghdad. Sholahudin meninggal pada
tahun 1193, dia di makamkan di Damaskus dekat masjid agung Umayyah.
Setelah
kematiannya, para putra dan kerabat Salahuddin membuat wilayah Ayyubiyah
terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil. Muncul pemerintahan-pemerintahan
tersendiri di Damaskus, Aleppo, Hims, Hamat, dan Diyar Bakr. Namun para sultan
Ayyubiyah di Kairo adalah yang paling kaya dan mereka mengendalikan sebagian
besar pemerintahan kecil tersebut.
Para
cendekiawan dan pendakwah Yahudi dan Kristen seperti Maimonides dan Francis
dari Assisi pernah mengunjungi dan tinggal di Mesir. Beberapa dari para
cendekiawan ini pernah tinggal di Kairo yang merupakan kota terkaya di
Kesultanan Ayyubiyah. Ketika Paus Honorius menyerang Mesir pada Perang Salib
Kelima, Ayyubiyah berhasil menghalaunya. Pada Perang Salib Keenam, untuk
memperoleh kembali Yerusalem, para tentara Salib bertempur sebagai tentara
bayaran bagi Ayyubiyah dalam melawan Mamluk.
Para
pemimpin Ayyubiyah akhir memasukkan para budak Turk dan Mongol ke dalam pasukan
mereka. Para budak ini disebut Mamluk dan seiring perkembangannya orang-orang
Mamluk menjadi lebih berperan dalam militer Ayyubiyah dari pada orang Ayyubiyah
sendiri. Sedikit demi sedikit orang Maluk merebut kekuasaan dari para sultan
Ayyubiyah. Pada akhirnya pada tahun 1250M, Mamluk menguasai seluruh Mesir. Pada
tahun 1260 M, nyaris seluruh wilayah Ayyubiayh sudah direbut oleh Mamluk.
Selain
Syam dan Mesir, negeri-negeri di pesisir Tharablis, Tunisia,Nawbah, Hijaz, dan
Yaman juga tunduk berada di bawah pemerintahan salahuddin. Dengan demikian, dia
berhasil membentuk wilayah islam dalam skala wilayah yang sangat besar dan
luas.
b. Upaya-upaya yang dilakukan Shalahuddin al-Ayyubi
Ø Melancarkan jihad terhadap
tentara-tentara Salib di Palestina;
Ø Mempersatukan tentara Turki, Kurdi,
dan Arab di jalan yang sama.
Ø Dari Mesir, Shalahuddin juga dapat menyatukan
Syiria dan Mesopotamia menjadi sebuah kesatuan negara Muslim. Pada tahun 1174
ia merebut Damaskus,
kemudian Alippo tahun 1185, dan merebut Mosul pada 1186.
Ø Setelah kekuasaannya kokoh, Shalahuddin melancarkan gerakan
ofensif guna mengambil alih al-Quds (Jerussalem)
dari tangan tentara tanpa banyak kesulitan. Ini berarti Jerussalem menjadi komunitas muslim setelah delapan puluh tahun,
dan orang-orang Frank tersingkirkan, meskipun hanya
untuk sementara. Usaha besar-besaran telah dilakukan pasukan Salib dari Inggris, Perancis, dan Jerman
antara tahun 1189 – 1192 M, namun
tidak berhasil mengubah kedudukan Shalahuddin. Setelah perang berakhir, Shalahuddin memindahkan pusat
pemerintahan ke Damaskus.
c.
Perjuangan
Setelah Shalahuddin al-Ayyubi
Perjuangan
Shalahuddin dalam merealisasikan tujuan-tujuan utamanya yaitu
mengeluarkan kaum Salib dari Baitul Maqdis dan mengembalikan pada persatuan umat Islam, sehingga menghabiskan kekuatannya dan mengganggu kesehatannya. Ia meninggal dan dimakamkan di Damaskus pada tahun 1193 M, setelah 25 tahun memerintah. Sebelum meninggal, ia membagikan kekaisaran Ayyubiyah kepada para anggota keluarga. Karena itu pengendalian dari pusat tetap berada di bawah kekuasaan Al-‘Adl dan Al-kamil, sampai Al-Kamil meninggal. Di bawah kedua sultan ini, kebijaksanaan aktivis Shalahuddin memberikan tempat sebagai hubungan detente dan damai dengan oran-orang Frank. Setelah kematian Shalahuddin, Ayyubiyah melanjutkan pemerintahan Mesir dan pemerintahan Syiria (sampai tahun 1260 M). Keluarga Ayyubiyah membagi imperiumnya menjadi sejumlah kerajaan kecil Mesir, Damaskus, Alleppo, dan kerajaan Mosul sesuai dengan gagasan Saljuk bahwa negara merupakan warisan keluarga raja.
mengeluarkan kaum Salib dari Baitul Maqdis dan mengembalikan pada persatuan umat Islam, sehingga menghabiskan kekuatannya dan mengganggu kesehatannya. Ia meninggal dan dimakamkan di Damaskus pada tahun 1193 M, setelah 25 tahun memerintah. Sebelum meninggal, ia membagikan kekaisaran Ayyubiyah kepada para anggota keluarga. Karena itu pengendalian dari pusat tetap berada di bawah kekuasaan Al-‘Adl dan Al-kamil, sampai Al-Kamil meninggal. Di bawah kedua sultan ini, kebijaksanaan aktivis Shalahuddin memberikan tempat sebagai hubungan detente dan damai dengan oran-orang Frank. Setelah kematian Shalahuddin, Ayyubiyah melanjutkan pemerintahan Mesir dan pemerintahan Syiria (sampai tahun 1260 M). Keluarga Ayyubiyah membagi imperiumnya menjadi sejumlah kerajaan kecil Mesir, Damaskus, Alleppo, dan kerajaan Mosul sesuai dengan gagasan Saljuk bahwa negara merupakan warisan keluarga raja.
Meskipun demikian, Ayyubiyah tidak mengalami
perpecahan, karena dengan loyalitas kekeluargaan, Mesir diintegrasikan berbagai
imperium. Mereka menata pemerintahan dengan sistem birokrasi masa lampau yang telah berkembang di negara-negara
Mesir dan Syiria melalui distribusi
iqta’ kepada pejabat-pejabat militer yang berpengaruh. Ayyubiyah secara khusus enggan
melanjutkan pertempuran melawan kekuatan
pasukan Salib. Mereka lebih memprioritaskan untuk mempertahankan Mesir karena kesatuan mulai melemah. Pada
tahun 1229 M Ayyubiyah menegosiasikan sebuah perjanjian dengan Fedrick II. Ini adalah puncak
kebijaksanaan baru, dan pada periode damai inilah membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi
Mesir dan Syiria, termasuk hidupnya
kembali perdagangan dengan kekuatan-kekuatan Kristen Mediterania.
d. Kemajuan-kemajuan Dinasti Ayyubiyah dan Peninggalannya
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya,
Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mempunyai beberapa
peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup berbagai bidang, di
antaranya:
1.
Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa
Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini
ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M yang dijadikan
sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah.
Dibangunnya Dar al- Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan
pokok-pokok hukum yang secara umum
terdapat diberbagai madzhab hukum Sunni. Sedangkan
dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja,
serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja.
2. Bidang
Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah
diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang
kedokteran. Di bidang kedokteran
ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
3. Bidang
Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir
oleh seorang ilmuwan Syiria
yang lebih canggih dibanding buatan orang
Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang
Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi negara-nrgara
di Eropa dan negara–negara yang
dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat
perdagangan agriculture dan industri. Hal ini menjadi sebab
adanya perdagangan internasional melalui
jalur laut, sejak saat itu dunia ekonomi
dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu
sudah ada uang yang terbuat dari emas.
5. Bidang
Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang,
panah, dan sebagainya, juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung
dalam peperangan. Di samping itu, adanya perang Salib telah
membawa dampak positif, keuntungan dibidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan
adanya irigasi.
e. Kemunduran
Dinasti Ayyubiyah
Sepeninggal Al-Kamil tahu 1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak
oleh pertentangan-pertentangan intern. Serangan Salib keenam dapat
diatasi, dan pimpinannya, Raja Perancis
St. Louis ditangkap. Namun pada tahun 1250 M keluarga Ayyubiyah diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan oleh salah
satu resimen budak (Mamluk)nya, yang membunuh penguasa terakhir Ayyubiyah, dan mengangkat salah seorang
pejabat (Aybak) menjadi sultan baru. Keruntuhan ini terjadi
di dua tempat, di wilayah Barat Ayyubiyah, berakhir oleh
serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan Mongol (Glasse, 1996:552). Dengan demikian
berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh Dinasti Mamalik. Dinasti yang mampu mempertahankan pusat
kekuasaan dari serangan bangsa Mongol.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti Aghlabiyah, Fatimiyah, dan Ayyubiyah
merupakan dinasti-dinasti kecil yang berdiri sekira abad 8-12 Masehi. Walaupun
termasuk dinasti-dinasti kecil, tetepi pengaruhnya cukup besar bagi kemajuan umat
muslim di dunia. Dengan berbagai aspek yang telah diraihnya, maka dapat
dijadikan tolak ukur
sebagai bahan
untuk menuju proses peradaban Islam pada masa sekarang dan yang akan datang
supaya lebih baik.
B. Saran
Dalam menyusun makalah perkembangan
hadis pada masa Rasulullah sampai sekarang pastilah makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu bagi para mahasiswa, pembaca dan khususnya kepada
dosen pembimbing Sejarah
Peradaban Islam, kami sangat mengharapkan keritik dan saran.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Amin, Muhammad
Mansyur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Spirit
Foundation.
Ø C. E., Boshwort, 1993. Dinasti-dinasti
Islam Terjemahan Ilyas Hasan dari The Islamic Dinastiec. Bandung: Mizan.
Ø Suntiah, Ratu
dan Maslani. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.
Ø Tim Dosen.
2006. Menelusuri Jejak Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: PT. Pustaka
Insan Madani.
Ø Yatim, Badri.
2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Ø (www.blog-indonesia.com/blog-archive-13590-44.htm.
2011.
(diakses pada senin, 28 november
2016 pukul 09.00 WIB)
Ø http://id.wikibooks.org/wiki/Islam_Abad_Pertengahan/Sejarah/Ayyubiyah (diakses pada senin, 28 november
2016 pukul 09.00 WIB)