BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dalam kehidupan sehari-hari agama sudah menjadi kebutuhan
bagi manusia. Agama berperan penting dalam memberi arah menuju Tuhan sebagai
keseimbangan dan kelangsungan hidup manusia. Agama juga bisa dikatakan sebagai way
of life karena menjadi pedoman hidup manusia. Agama juga memiliki fungsi
tersendiri bagi manusia baik sebagai fungsi sosial maupun individu. Fungsi
tersebut mempunyai kekuatan yang besar dalam menggerakan komunitas sosial.
Namun, dalam realitasnya, terkadang mengalami kesulitan
untuk membedakan antara keduanya karena secara sadar maupun tidak terjadi
pencampuradukan makna antara agama yang murni bersumber dari Tuhan dengan
pemikiran agama yang bersumber dari manusia. Perkembangan selanjutnya, hasil dari
pemikiran agama tidak jarang telah berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga
ia seakan-akan disakralkan dan berubah menjadi sebuah tradisi keagamaan
bagi masyarakat. Seperti pemahaman seseorang tehadap tradisi Yasinan,
Tahlilah, Wirid dan Puasa Khusus.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud yasinan?
2.
Apakah yang dimaksud tahlilan?
3.
Apakah yang dimaksud wirid?
4.
Apakah yang dimaksud puasa khusus?
C. Tujuan
1.
Mengetahui tentang yasinan
2.
Mengetahui tentang tahlilan
3.
Mengetahui tentang wirid
4.
Mengetahui tentang puasa khusus
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Yasinan
Yasinan adalah membaca surat Yasin, baik sendirian atau
bersama-sama. Dalam kebersamaan ini bisa membacanya sendiri-sendiri atau
membacanya secara kor (berjamaah). Motif yang mendasarinya adalah
keyakinan bahwa pahala bacaan dikirimkan kepada orang yang sudah
meninggal, untuk mengiringi proses kematian seseorang (keadaan sakit
kritis yang diperkirakan kuat menuju kematian atau dalam keadaan sakaratul
maut agar yang dibacakannya ini cepat sembuh atau segera matisecara mudah
atas dasar kasih sayang Allah dan yang melihatnya merasa kasihan
terhadap penderitaan yang sedang sakaratul maut ini, atau
dikirimkan kepada orang yang masih hidup tetapi diperlakukan seperti orang yang
sudah meninggal, seperti orang pergi haji. Selama haji ia diupacarai yasinan
pada hari pertama dari pemberangkatannya hingga hari ke tujuh yang selanjutnya
setiap malam Jumat hingga yang bersangkutan kembali sampai di rumah dengan selamat.
Upacara Yasinan hampir selalu menyatu dengan tahlilan.
Ritus yasinan untuk orang mati dilaksanakan sejak hari
pertama hingga hari ke tujuh selanjutnya pada hari ke 40, hari ke 100, ulang
tahun kematian pertama, ulang tahun kematian ke dua, hari ke 1000, dan
selanjutnya setiap satu tahun sekali pada hari kematiaanya sejauh dikehendaki.
Karena kerabat yang ditinggal mati memiliki kelebihan ekonomi dan tanggungjawab
moral sebagai pelaksanaan ajaran birrul walidain (berbakti kepada kedua
orang tua), yasinan dilakukan selama 40 hari sejak hari pertama kematian orang
tua atau kerabatnya
Ritus Yasinan bagi warga NU atau para simpatisannya biasa
dilaksanakan dalam pertemuan rutin antar warga dalam lingkup RT atau RW, dalam
jamaah mushalla, dalam jamaah suatu masjid yang waktunya ditentukan atas dasar
kesepakatan warga. Pelaksanaan yasinan dapat pula berganti tempat secara
bergilirin diantara warga.
Para pendukung yasinan bisa hafal, setengah hafal,
membacanya sangat lancar karena amat sering mengikuti acara ini atau memang
menyiapkan diri untuk menghafalnya, namun demikian juga banyak diantara mereka
yang hanya bisa membaca huruf latinnya. Sub kelompok ini biasanya tidak dari
kecil memeluk agama Islam secara taat. Mereka sadar akan keislamannya setelah
usia dewasa.
Mereka ini biasanya kurang menyadari eksistensi NU,
Muhammadiya, atau kelompok sosial keagamaan yang lain.Mereka hanya tahu
pokoknya Islam. Sebenarnya mereka bisa disebut muallaf, yang secara
praktis perlu diperhatikan secara lebih dalam kehidupan sehari-harinya agar
tetap istiqamah dalam ketaannya pada agama.
Muhammadiyah, terutama dari tingkat bawah, atau bahkan kaum
terpelajarnya, umumnya tidak hafal atau tidak lancar membaca surat yasin.
Ditinjau dari segi keterampilan membaca atau menghafal surat Yasin mereka jauh
ketinggalan dibanding ikhwan mereka yang dari NU.
Tradisi pembacaaan Yasinan merupakan tradisi lama yang masih
dipegang oleh kalangan masyarakat Indonesia. Tradisi Yasinan ini begitu unik
karena hanya ada di Indonesia dan Malaysia. Tradisi ini merupakan bentuk
ijtihad para ulama untuk mensyiarkan Islam dengan jalan mengajak masyarakat
agraris yang penuh mistis dan animisme untuk mendekatkan diri pada ajaran Islam
melalui cinta membaca Al Qur’an, salah satunya Surat Yasin sehingga disebut sebagai
Yasinan.
Yasinan dilakukan dalam waktu waktu tertentu misalnya malam
Jumat yang dilaksanakan di masjid atau dirumah rumah warga secara bergiliran
setiap minggunya. Selain pada malam Jum’at yasinan juga dilaksanakan untuk
memperingati dan “mengirim” doa bagi keluarga yang telah meninggal pada malam
ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan keseribu. Masyarakat mempercayai
bahwa dengan membaca surat Yasin maka pahala atas pembacaan itu akan sampai
pada si mayat. Ada pula acara Yasinan ini dilakukan untuk meminta hajat kepada
Tuhan agar dipermudah dalam mencari rizki maupun meminta hajat agar orang yang
sakit dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh karena tanda-tanda akan
diakhirinya ke hidupan ini sudah jelas, maka surat Yasin menjadi pengantar
kepulangannya ke hadirat Allah. Yasin sudah menjadi kebiasaan masyarakat bila
salah satu keluarga ada yang sakit kritis. Surat Yasin dibaca dengan harapan
jika bisa sembuh semoga cepat sembuh, dan jika Allah menghendaki yang
bersangkutan kembali kepada-Nya, semoga cepat diambil oleh-Nya dengan tenang.
Masyarakat melaksanakan tradisi ini karena turun temurun.
Artinya tradisi ini merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka, dimana
Islam mengadopsinya sebagai bagian dari ritual keagamaan. Dari pelaksanaan
tradisi ini maka ada makna yang lain selain dari arti ayat ayat yang dibaca
secara bersama sama.
Sudah menjadi hal yang umum jika tradisi Yasinan digunakan
sebagai Majelis taklim dan dzikir mingguan masyarakat dan sebagai media dakwah
agar masyarakat menjadi lebih dekat dengan Tuhannya. Namun di sisi lain tradisi
Yasinan bisa dimaknai sebagai forum silaturahmi warga, yang tadinya tidak kenal
menjadi kenal, yang tadinya tidak akrab menjadi lebih akrab. Kegotong royongan,
solidaritas sosial, tolong menolong, rasa simpati dan empati juga merupakan
sisi lain dari adanya tradisi Yasinan. Kegotong royongan ketika mengadakan
acara. Tolong menolong agar acaranya berjalan sesuai yang diharapkan. Rasa
empati dan simpati ketika ada seseorang kerabatnya yang kesusahan atau
kerababnya yang meninggal. Semua itu merupakan makna lain yang terkandung dalam
tradisi Yasinan.
Tradisi Yasinan juga dapat dipandang sebagai perekat
hubungan sosial warga., ketika mengikuti acara Yasinan maka warga yang kemarin
tidak kenal satu sama lain akan menjadi kenal. Dengan acara seperti ini dapat
mempererat tali silaturahmi antar sesama warga. Disamping itu juga dengan
keikutsertaan warga mengikuti acara Yasinan dapat menumbuhkan rasa empati dan
simpati masyarakat untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang
mengadakan acara Yasinan. Dalam persiapannya menyajikan makanan, para kaum
perempuan dan laki-laki saling gotong royong untuk membuatkan masakan yang
telah dibiyayai oleh tuan rumah yang memiliki hajat. Oleh karena itu acara Yasinan
sangat berpengaruh terhadap solidaritas warga masyarakat, karena saling
membantu satu sama lain.
Makna lain ialah nilai ekonomis, dimana dalam yasinan
terkadang ada suguhan makanan baik berupa snack, makan, dan berkat yang dibawa
pulang. Kadang juga ada yang memberikan sajadah dan diberi tulisan bahwa
yasinan ini sebagai peringatan kematian anggota keluarga. Tentunya bagi warga
ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan bagi keluarganya. Yang
lebih unik lagi bagi yang mengadakan acara Yasinan, terkadang bila tidak ada
uang untuk melaksanakan hal tersebut mereka rela menjual harta yang ada misal
sawah, perhiasan atau ternak. Untuk memberi hidangan pun ada yang sampai
menyembelih sapi walau saat hari raya qurban malah tidak pernah berqurban.
Gotong royong dalam penyajian makanan pun menjani nilai ekonomis bagi
masyarakat karena dapat mengurangi pengeluaran tenaga dan waktu.
Disamping itu, konsep theology dan filsafat
yang terdapat pada Yasinan turut serta dalam membentuk mental solidaritas.
Misalnya engaruh dari konsep theology, masyarakat percaya bahwa dosa mereka
terhadap sesama manusia itu dapat tertutupu dengan amalan-amalan yang baik yang
dilakukan selama hidup dibumi dengan bertindak sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an
dan hadits, sehingga pada konsep filsafat, sebagai manusia yang tidak bisa
hidup sendirian yang membutuhkan orang lain maka haruslah saling tolong
menolong sesama manusia apalagi sesama umat muslim, supaya dapat mempersatukan
umat muslim seutuhnya dan menghindari pertikaian.
B. Tahlilan
Tahlilan adalah
ritual/upacara selamatan yang dilakukan
sebagian umat Islam, kebanyakan di
Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang
yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari
ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada
hari ke-1000.
Kata "Tahlil" sendiri secara
harfiah berarti berizikir dengan mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha
illallah" (tiada yang patut disembah kecuali Allah). Upacara
tahlilan ditengarai merupakan praktik pada abad-abad transisi yang dilakukan
oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan
kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya
terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan
dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para da'i(yang dikenal wali songo) pada
waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam. Di
Indonesia, tahlilan masih membudaya, sehingga istilah "Tahlilan"
dikonotasikan memperingati dan mendo'akan orang yang sudah meninggal.
Tahlilan dilakukan bukan sekedar kumpul-kumpul karena kebiasaan zaman dulu. Generasi
sekarang tidak lagi merasa perlu dan sempat untuk melakukan kegiatan sekadar
kumpul-kumpul seperti itu.
Jika pun tahlilan masih diselenggarakan sampai sekarang, itu karena setiap
anak pasti menginginkan orangtuanya yang meninggal masuk surga. Sebagaimana
diketahui oleh semua kaum muslim, bahwa anak saleh yang berdoa untuk
orangtuanya adalah impian semua orang, oleh karena itu setiap orangtua
menginginkan anaknya menjadi orang yang saleh dan mendoakan mereka. Dari sinilah, keluarga
mendoakan mayit, dan beberapa keluarga merasa lebih senang jika mendoakan
orangtua mereka yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang(berjama'ah).
Maka diundanglah orang-orang untuk itu, dan
menyuguhkan(sodaqoh) sekadar suguhan kecil bukanlah hal yang aneh, apalagi
tabu, apalagi haram. suguhan(sodaqoh) itu hanya berkaitan dengan menghargai
tamu yang mereka undang sendiri. maka, jika ada anak yang tidak ingin atau
tidak senang mendoakan orangtuanya, maka dia (atau keluarganya) tidak akan melakukannya,
dan itu tidak berakibat hukum syareat. Tidak makruh juga tidak haram, anak seperti ini pasti juga orang yang yang tidak ingin
didoakan jika dia telah mati kelak.
Kegiatan ini bukan kegiatan yang
diwajibkan. orang boleh melakukannya atau tidak tahlilan
bukanlah kewajiban, dan adalah dusta dan mengada-ada jika tahlilan ini dihitung
sebagai rukun. Tahlilan adalah
pilihan bebas bagi setiap orang dan keluarga berkaitan dengan keinginan
mendoakan orangtua mereka ataukah tidak. tahlilan juga bukanlah kegiatan yang
harus dilakukan secara berkumpul-kumpul di rumah duka dan oleh karenanya
dituduhkan membebani tuan rumah. Tahlilan itu mendoakan mayit dan itu bisa dilakukan
sendiri-sendiri atau berjamaah, di satu tempat yang sama atau di mana-mana.
menuduhkan tahlil sebagai bid'ah adalah mengada-ada dan melawan keyakinan kaum
muslim bahwa anak saleh yang berdoa untuk orangtuanya adalah cita-cita setiap
orang.
Kaum muslimin Nahdatul Ulama (NU) mengakui bahwa tahlilan
tidak ada dalil yang menguatkan dalam Al-Quran maupun hadis, namun kenapa
mereka masih melaksanakan acara tahlilan tersebut karena kaum muslimin Nahdatul
Ulama mempunyai pendapat lain bahwa tahlilan dilaksanakan dikeluarga yang
meninggal mempunyai tujuan-tujuan tertentu di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Tahlilan
dilakukan untuk menyebar syiar islam, karena sebelum dilakukan tahlilan seorang
imam melakukan ceramah keagamaan.
2.
Isi
dari tahlilan adalah dzikir dan do’a dengan kata lain melaksanakan tahlilan
berarti mendo’akan kepada yang meninggal dunia.
3. Menghibur keluarga yang ditinggalkan
dengan kata lain, kaum muslimin yang berada di sekitar rumah yang ditinggal,
maka terjalinlah silaturahmi diantara umat islam.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa kaum muslimin Nahdatul
Ulama (NU) walaupun tidak ada dalil yang kuat di dalam Al-Quran dan hadis namun
melakanakan acara tahlilan dengan tujuan yang baik dan tidak menyimpang dari
hadis-hadis lainnya.
Bacaan-bacaan yang selalu dibaca dalam acara tahlilan yaitu:
1.
Membaca Surat Al-Fatihah.
Sabda
Rosululloh SAW. Artinya: "Dari Abu Sa`id Al-Mu'alla radliallahu 'anhu, ia
berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Maukah
aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al-Qur'an, sebelum engkau
keluar dari masjid?". Maka Rasulullah memegang tanganku. Dan ketika kami
hendak keluar, aku bertanya: "Wahai Rasulullah! Engkau berkata bahwa
engkau akan mengajarkanku surat yang paling agung dalam Al-Qur'an". Beliau
menjawab: "Al-Hamdu Lillahi Rabbil-Alamiin (Surat Al-Fatihah), ia adalah
tujuh surat yang diulang-ulang (dibaca pada setiap sholat), ia adalah Al-Qur'an yang agung
yang diberikan kepadaku". (Hadits riwayat: Al-Bukhari).
2.
Membaca Surat Yasin.
Sabda
Rosuululloh SAW “Artinya” Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu., ia berkata:
"Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa
membaca surat Yasin di malam hari, maka paginya ia mendapat pengampunan, dan
barangsiapa membaca surat Hamim yang didalamnya diterangkan masalah Ad-Dukhaan
(Surat Ad-Dukhaan), maka paginya ia mendapat mengampunan". (Hadits
riwayat: Abu Ya'la). Sanadnya baik. (Lihat tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir
Surat Yaasiin).
3.
Membaca Surat Al-Ikhlash.
Rosululloh SAW
bersabda, Artinya“ Dari Abu Said Al-Khudriy radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi
shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah
kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?". Maka
mereka merasa berat dan berkata: "Siapakah di antara kami yang mampu
melakukan itu, wahai Rasulullah?". Jawab beliau: "Ayat Allahu
Al-Waahid Ash-Shamad (Surat Al-Ikhlash maksudnya), adalah sepertiga
Al-Qur'an"
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
4.
Membaca Surat Al-Falaq dan An-Naas
Artinya“ Dari Aisyah radliallahu
'anhaa, "bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bila merasa
sakit beliau membaca sendiri Al-Mu`awwidzaat (Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq
dan Surat An-Naas), kemudian meniupkannya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah
aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari
surat-surat tersebut".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
5.
Membaca Surat Al-Baqarah ayat 1 sampai
6.
Membaca Surat Al-Baqarah ayat 163
7.
Membaca Surat Al-Baqarah ayat 255 (Ayat
Kursi)
8.
Membaca Surat Al-Baqarah ayat 284
sampai akhir Surat.
Dalil keutamaan ayat-ayat tersebut: Artinya"Dari
Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu, ia berkata: "Barangsiapa membaca 10
ayat dari Surat Al-Baqarah pada suatu malam, maka setan tidak masuk rumah itu
pada malam itu sampai pagi, Yaitu 4 ayat pembukaan dari Surat Al-Baqarah, Ayat
Kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat terakhir yang dimulai lillahi maa
fis-samaawaati..)" (Hadits riwayat: Ibnu Majah).
9.
Membaca Istighfar
Allah SWT berfirman: "Dan hendaklah
kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan
memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari
kiamat". (QS. Huud: 3).
10.
Membaca Tahlil : لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
11.
Membaca Takbir : اَللهُ أَكْبَرُ
12.
Membaca Tasbih : سُبْحَانَ اللهِ
13.
Membaca Tahmid : الْحَمْدُ للهِ
C.
WIRID
Wiridan adalah amalan yang biasanya dilakukan setelah
menunaikan ibadah shalat. Ada banyak ragam bacaan yang dipakai dalam wiridan,
meski demikian yang terpokok biasanya terdiri dari tiga lafadz; Subhanallah,
Alhamdulillah, dan Allahu Akbar. Dan seperti yang biasa dijumpai di
masjid-masjid, sebelum mewiridkan ketiga kalimat tersebut, biasanya ada bacaan
awal sebagai muqaddimahnya dan bacaan akhir setelahnya sebagai pamungkas.
Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah
berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini
sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari
kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan
perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan
genting sekalipun seperti dalam keadaan perang.
Sebagaimana firman-Nya:
Artinya :
Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut terkait
dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk
melaksanakan dzikir. Seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya
mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh
Rasulullah SAW.
D. Puasa
Khusus
Tingkat puasa yang lebih tinggi dimana puasanya tidak hanya
menahan dari lapar, haus dan nafsu syahwat saja tetapi juga menahan panca indra
pendengaran, penglihatan, lidah, tangan,
kaki serta seluruh anggota badan dari melakukan sesuatu yang mendatangkan dosa.
Puasa ini adalah puasanya orang shaleh.
Yang menjadi dalil puasa tingkat ini antara lain adalah
hadits-hadits Rasulullah SAW “Barangsiapa tidak mau meninggalkan omongan bohong
dan memperbuatnya, maka tidak kebutuhan bagi Allah dalam diri orang yang berpuasa
meninggalkan makanan dan minumannya”. (HR. Bukhari)
“Apabila
ada hari puasa salah seorang diantara kalian maka janganlah ia berkata kotor
dan gaduh. Jika seorang memakinya atau memusuhinya hendaklah ia mengatakan
:”Sesungguhnya aku sedang berpuasa”. (HR. Bukhari, Muslim).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Yasinan adalah membaca surat Yasin, baik sendirian atau
bersama-sama. Dalam kebersamaan ini bisa membacanya sendiri-sendiri atau
membacanya secara kor (berjamaah).
Tahlilan adalah
ritual/upacara selamatan yang dilakukan
sebagian umat Islam, untuk
memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal.
Wiridan adalah amalan yang biasanya dilakukan setelah
menunaikan ibadah shalat. Ada banyak ragam bacaan yang dipakai dalam wiridan,
tetapi yang terpokok biasanya terdiri dari tiga lafadz; Subhanallah,
Alhamdulillah, dan Allahu Akbar.
Puasa khusus yaitu
puasa yang tidak hanya menahan dari lapar, haus dan nafsu syahwat saja
tetapi juga menahan panca indra pendengaran,
penglihatan, lidah, tangan, kaki serta seluruh anggota badan dari
melakukan sesuatu yang mendatangkan dosa. Puasa ini adalah puasanya orang
shaleh
B.
Saran
Dalam menyusun makalah tentang yasinan, tahlilan, wirid dan
puasa khusus pastilah makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu bagi para mahasiswa, pembaca dan khususnya kepada
dosen pembimbing aswaja
3, kami sangat mengharapkan keritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
v Abdillah,Abu, argument ahlussunnah
wal jama’ah,Tangerang:Pustaka ta’awun,2011.
v Abuddin Nata, Teologi Islam, Modul Penyetaraan
Universitas Terbuka, Departemaen Agama 1997.
v Departemen Agama Islam RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Semarang: CV. Thoha Putera, 1989).
v Dalil-dalil
Yasinan dan Tahlilan, Diakses Melalui
Situs dibawah ini pada tanggal 22 Oktober 2016 Pukul 07.00 wib: http://adityaodit.blogspot.com/2012/06/hukum-tahlilan-dan-yasinan-makalah.html
0 comments:
Post a Comment